"

a

Rabu, 21 Desember 2011

Kontrak Peluncuran Kapal Laut

Goodfather Andries Latjandu (c) 2011

PENDAHULUAN
Seperti diketahui bahwa luas laut Indonesia meliputi 6,279 juta km2 terdiri dari laut Nusantara seluas 3,9 juta km2 dan luas laut ZEE seluas 2,9 juta km2 dan panjang garis pantainya lebih dari 100.000 km lari. Betapa penting dan strategisnya data spasial kelautan untuk mendukung program pembangunan pemerintah melalui penegasan batas wilayah laut dan batas kewenangan pengelolaan sumberdaya laut  didaerah , Penataan ruang wilayah pantai dan laut dan dukungan pengadaan data batimetri/hidrografi yang sesuai standar yang ditetapkan International Hydrographic Organization (IHO) dalam pengadaan peta-peta navigasi laut untuk keamanan pelayaran nasional.[1]
          Transportasi mempunyai peranan penting dan strategis untuk memantapkan perwujudan wawasan nusantara, memperkukuh, ketahanan nasional, dan mempererat hubungan antar bangsa dalam usaha mencapai tujuan nasonal.
          Selanjutnya, pelayaran bagi Negara Republik Indonesia sebagai Negara kepulauan merupakan salah satu moda transportasi, tidak dapat dipisahkan dari moda-moda transportasi lain yang ditata dalam sistem transportasi nasional yang dinamis dan mampu mengadaptasi kemajuan dimasa depan, mempunyai karakteristik mampu melakukan pengangkutan secara masal, menghubungkan dan menjangkau seluruh wilayah melalui perairan, perlu lebih dikembangkan potensinya dan ditingkatkan peranannya baik nasional maupun internasional, sebagai penunjang, pendorong dan penggerak pembangunan nasional demi peningkatan kesejahteraan rakyat.[2]
  Kapal menurut Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 33 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan di Laut adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis apapun yang digerakkan dengan tenaga mekanik, tanpa mesin dan atau ditunda termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan dibawah permukaan air, serta alat ampung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah.
Kapal sulit untuk diklasifikasikan, terutama karena banyak sekali kriteria yang menjadi dasar klasifikasi dalam sistem yang ada seperti:

2.1 Berdasarkan tenaga penggerak

  1. Kapal bertenaga manusia (Pendayung)
  2. Kapal layar
  3. Kapal uap
  4. Kapal diesel atau Kapal motor
  5. Kapal nuklir

2.2 Berdasarkan jenis pelayarannya

  1. Kapal permukaan
  2. Kapal selam
  3. Kapal mengambang
  4. Kapal bantalan udara

2.3 Berdasarkan fungsinya

  1. Kapal Perang
  2. Kapal penumpang
  3. Kapal barang
  4. Kapal tanker
  5. Kapal feri
  6. Kapal pemecah es
  7. Kapal tunda
  8. Kapal pandu
  9. Tongkang
  10. Kapal tender
  11. Kapal Ro-Ro
  12. Kapal dingin beku
  13. Kapal keruk
  14. Kapal peti kemas / Kapal kontainer
  15. Kapal pukat harimau
Berdasarkan deskripsi diatas, yang menjadi perumusan masalah adalah :
Ø  Hal-hal apa sajakah yang perlu diperhatikan dalam Kontrak Peluncuran Kapal menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran?




BAB II
PEMBAHASAN
1. Bentuk Kontrak
Bentuk-bentuk kontrak dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu tertulis dan lisan. Perjanjian tertulis adalah perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam bentuk tulisan. Sedangkan perjanjian lisan suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam wujud lisan (cukup kesepakatan para pihak). Ada tiga bentuk perjanjian tertulis, sebagaimana dikemukakan berikut ini.
1.      Perjanjian di bawah tangan yang ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan saja. Perjanjian itu hanya mengikat para pihak dalam perjanjian, tetapi tidak mempunyai kekuatan mengikat pihak ketiga. Dengan kata lain, jika perjanjian tersebut disangkal pihak ketiga maka para pihak atau salah satu pihak dari perjanjian itu berkewajiban mengajukan bukti-bukti yang diperlukan untuk membuktikan bahwa keberatan pihak ketiga dimaksud tidak berdasar dan tidak dapat dibenarkan.
2.      Perjanjian dengan saksi notaris untuk melegalisir tanda tangan para pihak. Fungsi kesaksian notaris atas suatu dokumen semata-mata hanya untuk melegalisir kebenaran tanda tangan para pihak. Akan tetapi, kesaksian tersebut tidaklah mempengaruhi kekuatan hukum dari isi perjanjian. Salah satu pihak mungkin saja menyangkal isi perjanjian. Namun, pihak yang menyangkal itu adalah pihak yang harus membuktikan penyangkalannya.
3.      Perjanjian yang dibuat di hadapan dan oleh notaris dalam bentuk akta notariel. Akta notariel adalah akta yang dibuat di hadapan dan di muka pejabat yang berwenang untuk itu. pejabat yang berwenang untuk itu adalah notaris, camat, PPAT, dan lain-lain. Jenis dokumen ini merupakan alat bukti yang sempurna bagi para pihak yang bersangkutan maupun pihak ketiga.
Ada tiga fungsi akta notariel (akta autentik), yaitu
1.      sebagai bukti bahwa para pihak yang bersangkutan telah mengadakan perjanjian tertentu;
2.      sebagai bukti bagi para pihak bahwa apa yang tertulis dalam perjanjian adalah menjadi tujuan dan keinginan para pihak;
3.      sebagai bukti kepada pihak ketiga bahwa pada tanggal tertentu, kecuali jika ditentukan sebaliknya para pihak telah mengadakan perjanjian dan bahwa isi perjanjian adalah sesuai dengan kehendak para pihak.[3]
Akta notariel merupakan bukti prima facie mengenai fakta, yaitu pernyataan atau perjanjian yang termuat dalam akta notaris, mengingat notaris di Indonesia adalah pejabat umum yang mempunyai kewenangan untuk memberikan kesaksian atau melegalisir suatu fakta. Jika isi dari fakta semacam itu disangkal di suatu pengadilan maka pengadilan harus menghormati dan mengakui isi akta notariel, kecuali jika pihak yang menyangkal dapat membuktikan bahwa bagian tertentu dari akta telah diganti atau bahwa hal tersebut bukanlah yang disetujui oleh para pihak, pembuktian mana sangat berat.
Di dalam hukum kontrak Amerika, kontrak menurut bentuknya dibagi menjadi dua macam, yaitu
1.      informal contract, yaitu kontrak yang dibuat dalam bentuk yang lazim atau informal;
2.      formal contract, yaitu perjanjian yang memerlukan bentuk atau cara-cara tertentu. Formal contract dibagi menjadi tiga jenis, yaitu
1.      contracts underseal, yaitu kontrak dalam bentuk akta autentik,
2.      recognizance, yaitu acknowledgment atau pengakuan di muka sidang pengadilan, dan
3.      negotiable instrument, yaitu berita acara negosiasi (Subekti, 1993: 40).
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa bentuk kontrak di dalam hukum kontrak Amerika dapat digolongkan dalam kontrak informal dan formal.

Kontrak Menurut Namanya
          Penggolongan ini didasarkan pada nama perjanjian yang tercantum didalam pasal 1319 KUHPerdata dan Artikel 1355, didalam pasal 1319 KUHPerdata dan Artikel 1355 NBW hanya disebutkan 2 (dua) macam kontrak menurut namanya, yaitu kontrak nominaat (bernama) dan kontrak innominaat (tidak bernama).
1)   Kontrak nominaat adalah kontrak yang dikenal dalam KUHPerdata yang termasuk dalam kontrak nominaat adalah jual beli, tukar menukar, sewa menyewa, persekutuan perdata, hibah, penitipan barang, pinjam pakai, pinjam meminjam, pemberian kuasa, penanggung utang, perdamaian, dan lain-lain.
2)   Kontrak innominaat adalah kontrak yang timbul, tumbuh, dan berkembang dalam masyarakat, jenis kontrak ini belum dikenal KUHPerdata, yang termasuk dalam kontrak innominaat adalah leasing, beli sewa, franchise, kontrak rahim, joint ventura, kontrak karya, keagenan, production sharing, dan lain-lain.

 Jenis-Jenis Kontrak
a)    Kontrak Menurut Sumber Hukumnya, yaitu merupakan penggolongan kontrak yang didasarkan pada tempat kontrak itu ditemukan. (Sudikno Mertokusumo 1987:11) menggolongkan perjanjian (kontrak) dari sumber hukumnya ia membagi jenis perjanjian (kontrak) menjadi 5 (lima) macam, yaitu:[4]
1)   Perjanjian yang bersumber dari hukum keluarga, sperti halnya perkawinan
2)   Perjanjian yang bersumber dari kebendaan yaitu yang berhubungan dengan peralihan hokum benda, misalnya peralihan hak milik
3)   Perjanjian obligator yaitu perjanjian yang menimbulkan kewajiban
4)   Perjanjian yang bersumber dari hukum acara, yang disebut dengan (bewijsovereenkonist
5)   Perjanjian yang bersumber dari hukum public yang disebut dengan publieckrechtelijke overeekomst[5]
2. Syarat sahnya suatu Kontrak
Istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris, yaitu contracts.Sedangkan dalam bahasa Belanda, disebut dengan overeenkoinst (perjanjian).Pengertian kontrak atau perjanjian diatur Pasal 1313 KUH Perdata. Pasal 1313 KUH Perdata berbunyi: "Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih."[6]
Charless L. Knapp dan Nathan M. Crystal mengatakan contract is:
An agreement between two or more persons not merely a shared belief, but common understanding as to something that is to be done in the future by one or both of them
(Charless L. Knapp dan Nathan M. Crystal, 1993: 2). Artinya, kontrak adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih tidak hanya memberikan kepercayaan, tetapi secara bersama saling pengertian untuk melakukan sesuatu pada masa mendatang oleh seseorang atau keduanya dari mereka.
Pendapat ini tidak hanya mengkaji definisi kontrak, tetapi juga menentukan unsur-unsur yang harus dipenuhi supaya suatu transaksi dapat disebut kontrak. Ada tiga unsur kontrak, yaitu
  1. The agreement fact between the parties (adanya kesepakatan tentang fakta antara kedua belah pihak);
  2. The agreement as writen (persetujuan dibuat secara tertulis);
  3. The set of rights and duties created by (1) and (2) (adanya orang yang berhak dan berkewajiban untuk membuat: (1) kesepakatan dan (2) persetujuan tertulis).[7]
Di dalam Black's Law Dictionary, yang diartikan dengan contract adalah An agreement between two or more person which creates an obligation to do or not to do particular thing. Artinya, kontrak adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih, di mana menimbulkan sebuah kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu secara sebagian. (Black's Law Dictionary, 1979: 291)
Inti definisi yang tercantum dalam Black's Law Dictionary bahwa kontrak dilihat sebagai persetujuan dari para pihak untuk melaksanakan kewajiban, baik melakukan atau tidak melakukan secara sebagian.
3. Menurut KUH Perdata (Civil Law)
Dalam hukum Eropa Kontinental, syarat sahnya perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata atau Pasal 1365 Buku IV NBW (BW Baru) Belanda. Pasal 1320 KUH Perdata menentukan empat syarat sahnya perjanjian, yaitu: [8]
  1. Adanya kesepakatan kedua belah pihak Kesepakatan ini diatur dalam Pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata. Yang dimaksud dengan kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya.
  2. Kecakapan Bertindak Kecakapan bertindak adalah kecakapan atau kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum.
  3. Adanya Objek Perjanjian Di dalam berbagai literatur disebutkan bahwa yang menjadi objek perjanjian adalah prestasi (pokok perjanjian). Prestasi adalah apa yang menjadi kewajiban debitur dan apa yang menjadi hak kreditur.
  4. Adanya Causa Yang Halal (Geoorloofde Oorzaak) Dalam Pasal 1320 KUH Perdata tidak dijelaskan pengertian oorzaak (causa yang halal). Di dalam Pasal 1337 KUH Perdata hanya disebutkan causa yang terlarang. Suatu sebab adalah terlarang apabila bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum.
4. Menurut Hukum Kontrak Amerika
Di dalam hukum kontrak (law of contract) Amerika ditentukan empat syarat sahnya kontrak, yaitu:
  1. Adanya offer (penawaran) dan acceptancce (penerimaan) Offer (penawaran) adalah suatu janji untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu secara khusus pada masa yang akan datang. Acceptance (penerimaan) adalah kesapakatan dari pihak penerima dan penawar tawaran untuk menerima persyaratan yang diajukan oleh penawar.
  2. Meeting of Minds (Persesuaian Kehendak) Yaitu adanya persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak tentang objek kontrak.
  3. Consideration (Konsiderasi)Supaya kontrak dapat dikatakan sah dan mempunyai kekuatan mengikat haruslah didukung dengan konsiderasi.
  4. Competent Parties and Legal Subject Matter (Kemampuan dan Keabsahan tentang Subjek) Competent Parties adalah kemampuan dan kecakapan dari subjek hukum untuk melakukan kontrak. Sedangkan legal subject matter adalah keabsahan dari pokok persoalan.
Penyusunan Kontrak
Untuk menyusun suatu kontrak bisnis yang baik diperlukan adanya persiapan atau perencanaan terlebih dahulu.Idealnya sejak negosiasi bisnis persiapan tersebut sudah dimulai.
Penyusunan suatu kontrak bisnis meliputi bebrapa tahapan sejak persiapan atau perencanaan sampai dengan pelaksanaan isi kontrak.
Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut :
I. Prakontrak
a. Negosiasi;
b. Memorandum of Undersatnding (MoU);
c. Studi kelayakan;
d. Negosiasi (lanjutan).
II. Kontrak
a. Penulisan naskah awal;
b. Perbaikan naskah;
c. Penulisan naskah akhir;
d. Penandatanganan.
III. Pascakontrak
a. Pelaksanaan;
      b. Penafsiran;
      c. Penyelesaian sengketa.
2. Hal-hal yang diatur dalam Kontrak Peluncuran Kapal
          Kapal yang benar berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran adalah telah memenuhi Kelaiklautan Kapal, yaitu keadaan kapal yang memenuhi persyaratan keselamatan kapal, pencegahan pencemaran perairan dari kapal, pengawakan, pemuatan, kesehatan dan kesejahteraan awak kapal, serta penumpang dan status hukum kapal untuk berlayar di perairan tertentu.[9] Selain itu, memerhatikan fungsi Safety Of Life At Sea (SOLAS) atau Keselamatan Jiwa di Laut,keselamatan pelayaran, bea dan cukai, imigrasi, karantina, serta keamanan dan ketertiban.
          Kapal yang dinyatakan memenuhi persyaratan keselamatan kapal diberikan sertifikat keselematan kapal oleh Pemerintah.Olehnya setiap kapal yang telah memiliki sertifikasi yaitu Kelaiklautan, wajib dipelihara sehingga tetap memenuhi persyaratan keselamatan kapal.Kelaiklautan kapal yang dimaksud adalah sesuai dengan daerah/wilayah pelayarannya yang selanjutnya, mendapatkan Surat Izin Berlayar yang dikeluarkan oleh syahbandar.
          Mengacu pada deskripsi diatas, dapat diperoleh gambaran mengenai hal-hal apa saja yang diatur dalam Kontrak Peluncuran Kapal, walaupun memang belum secara tegas dan terang terdapat suatu Klausula baku (standar) Kontrak peluncuran kapal itu sendiri. Namun, mengenai hal ini, sekiranya dapat ditelusuri dalam pasal 1320 KUHPerdata selanjutnya Undang-Undang Pelayaran, sehingga didapatkan uraian sebagai berikut :
a.    Klausula Subjek (Para Pihak), yaitu :
-       Perusahaan Angkutan Nasional adalah perusahaan angkutan laut berbadan hukum Indonesia (Indonesia National Shipping Company) yang melakukan kegiatan angkutan laut didalam wilayah perairan Indonesia  dan atau dari dan kepelabuhan luar negeri.
-       Perusahaan Angkutan Asing adalah perusahaan angkutan laut berbadan hukum asing (Foreign Shipping Company) yang kapal-kapalnya melakukan kegiatan angkutan ked an dari luar negeri.
-       Perusahaan Pelayanan Rakyat adalah perusahaan angkutan laut yang berbadan hukum Indonesia yang dalam melakukan kegiatan usahanya dengan menggunakan kapal layar, kapal layar motor tradisional dan atau kapal motor dengan ukuran tertentu.
-       Agen Umum (Sub Agent) adalah perusahaan angkutan laut nasional yang ditunjuk oleh perusahaan angkutan laut asing diluar negeri untuk mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan kepentingan kapalnya (baik kapal milik, charter maupun kapal yang dioperasikannya).
-       Sub Agen (Sub Agent) adalah perusahaan angkutan laut nasional yang ditunjuk oleh Agen Umum (General Agent) di pelabuhan tertentu.
-       Perwakilan Perusahaan Angkutan Laut Asing adalah badan hukum Indonesia atau perorangan warga Negara Indonesia atau perorangan warga Negara asing yang ditunjuk oleh perusahaan angkutan laut asing di luar negeri untuk mewakili kepentingan administrasinya di Indonesia.
b.    Klausula Objek, dalam hal ini :
-kapal jenis apa yang akan diluncurkan (terlampir dalam Pendahuluan)
- kegiatan utama apa yang dilakukan oleh kapal tersebut nantinya, meliputi :
  a. Angkutan laut dalam negeri
  b. Angkutan laut luar negeri
c. Pelayaran Rakyat
d. Angkutan Laut Khusus
e. Angkutan Laut Perintis
- barang yang dimuat, yaitu semua jenis komoditi termasuk hewan yang dibongkar/dimuat dari dan ke kapal.
c.    Klausula Wilayah Hukum Perairan, yaitu wilayah Negara mana tempat kapal tersebut berlayar. Apabila di Indonesia, maka wajib mengikuti Hukum Positif yang berlaku, terutama Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dan lebih khusus terhadap Perda dan peraturan kelaiklautan yang berlaku didaerah setempat.
d.    Klausula Kelaiklautan yaitu keadaan kapal yang memenuhi persyaratan keselamatan kapal, pencegahan pencemaran perairan dari kapal, pengawakan, pemuatan, kesehatan dan kesejahteraan awak kapal, serta penumpang dan status hukum kapal untuk berlayar di perairan tertentu[10]
e.    Klausula Keselamatan Jiwa di Laut (Safety of Life at Sea) SOLASSOLAS menjelaskan dua peraturan yang berbeda - satu adalah "Konvensi Internasional untuk Keselamatan Jiwa di Laut", yang lain adalah Hukum Publik 89-777 dari 1966, nama populer: "Keselamatan di Laut Act" atau "Keselamatan Jiwa di Laut Undang-Undang". Konvensi internasional yang disebut SOLAS hanya berlaku untuk kapal yang terlibat dalam pelayaran internasional. termasuk kapal penumpang yang "memiliki akomodasi tempat tidur atau kabin untuk 50 atau lebih penumpang" harus sesuai dengan peraturan SOLAS tahun 1960 dan beberapa ammendments. [11]
f.     Klausula Asuransi
Asuransi Kapal hendaknya memberikan jaminan komprehensif terhadap kapal, mesin dan perlengkapannya dari bahaya laut dan risiko pelayaran (navigational perils)
Ø    bahaya laut seperti cuaca buruk, tenggelam, tabrakan dll (perils of the seas)
Ø    kebakaran, ledakan
Ø    pencurian dengan kekerasan
Ø    pembuangan kargo kelaut (jettison)
Ø    perompakan (piracy)
Ø    tabrakan dengan pesawat udara
Ø    gempabumi letusan, gunung berapi, sambaran petir
Ø    kelalaian nahkoda dan crew
Ø    pemberontakan atau pengambilalihan paksa oleh nahkoda dan crew
Ø    tanggung jawab hukum akibat tabrakan kapal (Collission Liability)
Ø    kontribusi General Average and Salvage
Ø    biaya-biaya penyelematan

g.    Keadaan Kahar (Force Majeur) yaitu suatu kejadian yang terjadi di luar kemampuan manusia dan tidak dapat dihindarkan sehingga suatu kegiatan tidak dapat dilaksanakan atau tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Yang termasuk kategori keadaan kahar adalah peperangan, kerusuhan, revolusi, bencana alam, pemogokan, kebakaran, dan bencana lainnya yang harus dinyatakan oleh pejabat/instansi yang berwenang. Termasuk bagaimana bentuk pertanggung jawabannya.Misalkan kapal mengalami kecelakaan dan/atau kebakaran di laut.Siapa pihak yang bertanggung jawab?
h.    Sanksi Hukum Pelanggaran secara khusus, yaitu pelanggaran terhadap isi Kontrak dan secara umum terhadap Undang-Undang Pelayaran Republik Indonesia wajib dikenakan sanksi, baik sanksi administratif berupa pencabutan izin berlayar, sanksi perdata, dapat berupa denda, ganti rugi material dan immaterial, maupun sanksi pidana, berupa hukuman penjara.
i.      Khusus untuk lintas internasional, hendaknya dimuat Klausula Pilihan Hukum (Choice of Law) dan Choice of Forum :
Pilihan Hukum (Choice of law) harus dilakukan secara bonafide dan legal, artinya memilih suatu sistim hukum tertentu tidak dimaksudkan untuk menyelundupi peraturan-peraturan tertentu dan sebaiknya hukum yang dipilih adalah hukum yang mempunyai hubungan tertentu dengan kontrak bersangkutan. Demikian pula, bila pilihan hukum yang telah dinegosiasikan secara seksama oleh para pihak akan tetapi jika hukum yang dipilih itu melanggar ketertiban umum (public policy) dari hukum nasional hakim, maka kontrak tersebut tidak dapat dilaksanakan oleh hakim karena tidak sah.[12]
Pilihan Forum (Choice of Forum) :
para pihak dapat memilih forum tertentu sebagai tempat penyelesaian sengketa yang mungkin timbul dikemudian hari sehubungan dengan transaksi yang mereka buat. Forum tersebut dapat berupa, forum pengadilan dan yang lainnya forum arbitrase.

BAB III

PENUTUP


A.     Kesimpulan
Transportasi mempunyai peranan penting dan strategis untuk memantapkan perwujudan wawasan nusantara, memperkukuh, ketahanan nasional, dan mempererat hubungan antar bangsa dalam usaha mencapai tujuan nasonal.
Kapal yang benar berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran adalah telah memenuhi Kelaiklautan Kapal, yaitu keadaan kapal yang memenuhi persyaratan keselamatan kapal, pencegahan pencemaran perairan dari kapal, pengawakan, pemuatan, kesehatan dan kesejahteraan awak kapal, serta penumpang dan status hukum kapal untuk berlayar di perairan tertentu. Selain itu, memerhatikan fungsi Safety Of Life At Sea (SOLAS) atau Keselamatan Jiwa di Laut, keselamatan pelayaran, bea dan cukai, imigrasi, karantina, serta keamanan dan ketertiban.
    Kapal yang dinyatakan memenuhi persyaratan keselamatan kapal diberikan sertifikat keselematan kapal oleh Pemerintah.Olehnya setiap kapal yang telah memiliki sertifikasi yaitu Kelaiklautan, wajib dipelihara sehingga tetap memenuhi persyaratan keselamatan kapal.Kelaiklautan kapal yang dimaksud adalah sesuai dengan daerah/wilayah pelayarannya yang selanjutnya, mendapatkan Surat Izin Berlayar yang dikeluarkan oleh syahbandar.
B.           Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, Penulis menyarankan :
1.            Peluncuran suatu Kapal terlebih dahulu wajib memenuhi Kelaiklautan Kapal serta Safety Of Life At Sea (SOLAS). Pelanggaran pada tahap ini adalah pencabutan Izin berlayar.
2.            Kemanfaatan Kontrak hendaknya tidak saja menguntungkan Para Pihak yang melakukan Kontrak Peluncuran Kapal ini, namun tetap memerhatikan keberlangsungan kehidupan hayati di laut
3.            Praktek pungli dan kolusi di Pelabuhan harus ditiadakan sehingga penindakan Hukum terhadap pelanggaran Pelayaran dan Kepelabuhan tidak pandang bulu, tegas dan seuai dengan aturan yang berlaku.


[1]Boer Mauna, Dr.,Hukum Internasional Pengertian Peranan dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global, edisi ke-2 2005.,PT.Alumni, Bandung, 2005.
[2]P.Joko Subagyo.,Hukum Laut Indonesia (Edisi Baru).,Rineka Cipta.,Jakarta, 2005.

[3] Prof. Dr. Supriono,SH,MH. bagaimana proses dan prosedur kontrak, Cipta karya bandung 2011.hal 26
[4] Ibid, hal 26
[5] Ibid, hal 27
[6]Munir Fuady S.H.,M.H.,LL.M.,Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis) buku kedua.,Citra Aditya Bakti, 2006.
[7]S.B.Marsh, J.Soulsby.,Hukum Perjanjian.,Alumni.,Jakarta, 2006.

[8]Dr.Munir Fuady, S.H.,M.H.,LL.M.,Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern di Era Global.,Citra Aditya Bakti.,Bandung, 2008.
[9]Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.

[10]Keputusan Menteri Nomor 01 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Persetujuan Berlayar (Port Clearance).
[11]www.dephub.go.id