"

a

Rabu, 21 Desember 2011

“Kontrak-Kontrak Maritim”

Goodfather Andries Latjandu (c) 2011

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Aktivitas pelayaran, yang sebagian besar dilakukan antar negara, menyebabkan hukum maritim bersinggungan pula dengan aspek-aspek hukum internasional baik hukum internasional publik maupun hukum perdata internasional. Lingkup bekerjanya hukum maritim sangat luas dan memasuki berbagai bidang hukum: hukum publik dan privat, hukum nasional dan internasional, bahkan community law.
B. Perumusan Masalah
Sesuai dengan judul makalah ini yaitu, “Kontrak-Kontrak Maritim” dilihat dari judul yang ditugaskan oleh Dosen mata kuliah hukum maritim dan transportasi adalah sangat luas misalnya, kontrak angkutan laut, kontrak sewa kapal, kontrak perbaikan kapal  dan pembuatan kapal, kontrak tenaga kerja di kapal dan masih banyak lagi. untuk itu yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan ditinjau secara yuridis adalah sebagai berikut :
Ketentuan-ketentuan hukum apakah yang bisa mengatur dalam kontrak-kontrak bisnis hukum maritim  jika dilihat dari hukum nasional dan internasional ? 



C.  Metode Penelitian   
Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif melalui kajian pustaka yang ada kaitan dengan judul dalam makalah ini. Data yang terkumpul dari berbagai sumber disusun dalam satu struktur klasifikasi kemudian dianalisa dengan mengunakan metode deskriptif yaitu memaparkan kesimpulan-kesimpulan umum yang bersumber dari hasil kajian,  analisis data tersebut.
D.  Tujuan Penelitian
Mengacu pada latar belakang dan rumusan permasalahan, maka dapat   dikemukakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah, Sebagaian besar aktivitas kemaritiman dilakukan melalui kontrak-kontrak perdata yang dilakukan oleh para pelakunya. Sekalipun berlaku azas kebebasan berkontrak, namun bagi perjanjian perdata tentunya berlaku prinsip-prinsip dasar perjanjian yang dipengaruhi oleh sistem hukum yang berlaku di negara tempat berlangsungnya aktivitas kemaritiman tersebut, apakah dipengaruhi oleh sistem hukum Eropa Kontinental (Civil Law), dipengaruhi oleh sistem hukum Anglo Saxon (Common Law) ataukah menganut salah satu sistem tersebut namun mengadopsi prinsip-prinsip hukum dari sistem lainnya.




BAB II
PEMBAHASAN
Kontrak-Kontrak Maritim
A.  Hukum Maritim
Sampai saat ini masih banyak terjadi kesalahpahaman mengenai apa yang dianggap sebagai hukum maritim. Banyaknya keterkaitan dengan hukum laut menyebabkan hukum maritim sering disalahartikan atau disamakan dengan hukum laut. Dalam Black,s Law Dictionary hukum maritim (maritime law) didefinisikan sebagai:
That system of law which particularly relates to: marine commerce and navigation, to bussiness transacted at sea or relating to navigation, to ships and shipping, to seamen, to the transportation of persons and property by sea, and to marine affairs generally;The law relating to harbors, ships and seamen, devided into a variety of subject areas such as those concerning harbors, property of ships, duties and right of masters and seamen, contracts of affreightment, average, salvage, etc.It extends to civil marine torts and injuries, illegal dispossession or withholding of possession from the owners of ships, municipal seizures of ships, etc.[1]
Terjemahan:
Bahwa sistem hukum yang terutama berkaitan dengan: laut perdagangan dan navigasi, untuk bisnis ditransaksikan di laut atau yang berhubungan dengan navigasi, untuk kapal dan pengiriman, untuk pelaut, untuk pengangkutan orang dan properti oleh laut, dan kelautan pada umumnya Hukum yang terkait dengan pelabuhan, kapal dan pelaut, dibagi ke dalam berbagai bidang studi seperti pelabuhan mengenai, milik kapal, tugas dan hak master dan pelaut, kontrak affreightment, rata-rata, penyelamatan, dll
Dari definisi tersebut terlihat bahwa hukum maritim menyangkut bidang kelautan yang sangat luas. Tidak hanya sekedar masalah pelayaran, perkapalan maupun kepelabuhanan saja, melainkan segala aspek pengangkutan dan perdagangan di laut baik yang termasuk ke dalam ruang lingkup hukum perdata maupun hukum publik.[2]
B.  Sumber-Sumber Hukum Maritim
Ketentuan-ketentuan hukum maritim dapat diketemukan di dalam:
Peraturan perundangan nasional, seperti : Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Peratuan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan, berbagai Peraturan Perundangan mengenai bea-cukai, atau KUHD.
Perjanjian-perjanjian internasional yang dibuat oleh negara-negara, seperti: UNCLOS 1982, Konvensi-konvensi yang dihasilkan dalam International Maritime Organization (IMO), ketentuan-ketentuan yang dikeluarkan oleh International Labor Organization (ILO); atau Konvensi-konvensi dalam hukum maritime internasional perdata, seperti Hague Rules, Hague/Visby Rules atau Hamburg Rules.
Perjanjian-perjanjian dan ketentuan-ketentuan yang dibuat oleh organisasi non pemerintah dalam bidang kemaritiman (community law) seperti International Association of Classification Societies (IACS);
Perjanjian-perjanjian perdata yang dibuat oleh pelaku-pelaku aktivitas kemaritiman, seperti: leasing agreement, charter agreement atau kontrak-kontrak dalam bidang transportasi; dan
Kebiasaan-kebiasaan yang berlaku di dalam dunia pelayaran atau kepelabuhanan.[3]
C.  Lingkup Hukum Maritim Internasional Perdata
Hukum maritim internasional merupakan bagian dari hukum internasional, yang membagi antara hukum internasional (publik) dan hukum internasional perdata. Hukum internasional perdata adalah aturan hukum yang mengatur hubungan keperdataaan diantara pihak-pihak yang berada dalam dua yurisdiksi negara yang berbeda. Hukum perdata maritim internasional merupakan serangkaian aturan-aturan hukum yang digunakan untuk menyelesaikan sengketa maritim yang terjadi diantara para pihak pelaku aktivitas kemaritiman yang berasal dari dua negara yang berbeda, yang menjadi obyeknya adalah pilihan hukum, yurisdiksi yang berlaku atas perjanjian yang dibuat oleh para pihak, dan pengakuan atas putusan pengadilan asing. Sementara hukum maritim internasional perdata adalah serangkaian hukum yang mengatur hubungan hukum keperdataan oleh pihak-pihak yang berada di bawah yurisdiksi negara yang berbeda dalam bidang maritim.[4]

D.  Kontrak-Kontrak Maritim
Secara internasional, kontrak merupakan inti dari sebuah transaksi atau perjanjian, oleh karena itu hukum kontrak merupakan hal yang penting untuk individu ataupun perusahaan dalam menjalankan usahanya. Kontrak biasanya dimulai dengan adanya suatu janji, akan tetapi tidak semua janji itu menjadi suatu kontrak. Atas dasar inilah Subekti mendefinisikan kontrak sebagai peristiwa di mana seseorang berjanji kepada orang lain di mana orang lain saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu.[5] Janji itu mengikat dan janji itu menimbulkan utang yang harus dipenuhi.[6] Untuk menentukan bagaimana kontrak atau janji disusun dan kontrak manakah yang bisa digunakan sebagai peraturan yang bisa memaksa para pihak untuk menggunakannya, menjadi lebih sulit jika suatu perjanjian itu sifatnya internasional yang mana masing-masing negara mempunyai hukum yang berbeda-beda. Perdagangan internasional berkaitan dengan berbagai aspek, termasuk hukum terutama Hukum Perdagangan Internasional. Schmitthoff mendefinisikan hukum perdagangan internasional sebagai:
“…the body of rules governing commercial relationship of a private law nature involving different nations“ (peraturan-peraturan yang mengatur hubungan komersial dari hukum privat yang menyangkut negara-negara yang berbeda). Dari definisi ini didapatkan unsur-unsur sebagai berikut: Hukum perdagangan internasional adalah sekumpulan aturan yang mengatur hubungan-hubungan komersial yang sifatnya hukum perdata.[7] Aturan-aturan hukum tersebut mengatur transaksi-transaksi yang berbeda negara.
Cakupan dari hukum ini menurut Schmitthoff meliputi:
1). Jual beli dagang internasional:
(i).   pembentukan kontrak;
(ii).  perwakilan-perwakilan dagang (agency);
(iii).  pengaturan penjualan eksklusif;
2). Surat-surat berharga;
3). Hukum mengenai kegiatan-kegiatan tentang tingkah laku mengenai perdagangan internasional;
4). Asuransi;
5). Pengangkutan melalui darat dan kereta api, laut, udara, perairan
pedalaman;
6). Hak milik industri;
7). Arbitrase komersial.
Adapun prinsip-prinsip dasar (fundamental principles) dari bidang hukum ini
menurut Aleksander Goldstajn ada tiga, yaitu:
(1). Prinsip kebebasan para pihak dalam berkontrak (the principle of the freedom of
contract);
(2). Prinsip pacta sunt servanda; dan
(3). Prinsip penggunaan arbitrase.
Sumber hukum perdagangan internasional meliputi perjanjian internasional, hukum kebiasaan internasional, prinsip-prinsip hukum umum, putusan-putusan badan pengadilan dan doktrin, kontrak-kontrak, dan hukum nasional. Di antara berbagai sumber hukum tersebut yang terpenting adalah perjanjian atau kontrak yang dibuat sendiri oleh para pedagang sendiri.[8]
Demikian, kontrak tersebut harus memenuhi beberapa standar internasional, seperti:
a. Kewajiban memenuhi standar kualitas (quality standard),
b. Kejujuran dan keadilan (good faith and fair dealing),
c. Permainan bersih (fair play),
d. Perlindungan pihak lemah (protection for the weak),
e. Pembinaan usaha yang baik (good corporate governance),
f. Persaingan sehat (fair competition), dan
g. Perlindungan konsumen (consumer protection).
Hukum kontrak pada kenyataannnya sangat beragam karena adanya perbedaan sistim hukum di masing-masing negara tersebut. Kalaupun ada persamaan, hanya terkait dengan prinsip-prinsip umum yang diaplikasikan secara nyata sebagai pedoman dalam pembentukan kontrak internasional yang lingkup obyeknya begitu luas, sedangkan aturan-aturan yang sifatnya substansif berbeda di masing-masing negara. Kondisi seperti ini tentunya tidak kondusif bagi aktifitas dunia bisnis internasional.[9] Adanya perbedaan aturan di masing-masing negara kadang-kadang menghambat terlaksananya transaksi bisnis internasional yang menghendaki kecepatan dan kepastian. Kepastian ini akan terdapat hubungan dengan perlindungan para pihak yaitu adanya penentu proses hubungan hukum selanjutnya. Aktifitas bisnis pada dasarnya senantiasa dilandasi aspek hukum terkait. Tidak akan berlebihan jika keberhasilan suatu proses bisnis yang menjadi tujuan akhir para pihak hendaknya senantiasa memperhatikan aspek kontraktual yang mencakup aktifitas bisnis tersebut.

E.  Pilihan Hukum (Choice  Of  Law)
Hukum perjanjian menganut sistem terbuka. Hukum perjanjian memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, asalkan tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan. Sistem ini melahirkan prinsip kebebasan berkontrak (freedom of contract) yang membuka kesempatan kepada para pihak yang membuat perjanjian untuk menentukan hal-hal berikut ini.
a. Pilihan hukum (choice of law), dalam hal ini para pihak menentukan sendiri dalam kontrak tentang hukum mana yang berlaku terhadap interpretasi kontrak tersebut.
b.  Pilihan forum (choice of forum), yakni para pihak menentukan sendiri dalam kontrak tentang pengadilan atau forum mana yang berlaku jika terjadi sengketa di antara para pihak dalam kontrak tersebut.
c.  Pilihan domisili (choice of domicile), dalam hal ini masing-masing pihak melakukan penunjukan di manakah domisili hukum dari para pihak tersebut.[10] Pembentukan kontrak komersial yang dilandasi pertukaran hak dan kewajiban para pihak secara proporsional akan menghasilkan kontrak yang adil (fair). Untuk itu proporsionalitas pertukaran hak dan kewajiban dapat dicermati dari substansi klausula-klausula kontrak yang disepakati para pihak.

            Pada tahun 2007 diterbitkan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, letak Batam di sisi jalur perdagangan internasional paling ramai di dunia dan perannya yang demikian penting sebagai salah satu gerbang dan ujung tombak ekonomi Indonesia merupakan pertimbangan utama bagi penetapan kawasan Batam sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, selanjutnya Undang-undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran mendorong peran pihak swasta dalam mengembangkan potensi maritim Indonesia, dalam bentuk-bentuk layanan bernilai tambah sehingga dapat memasukkan devisa bagi negara dan membuka lapangan pekerjaan. Lokasi yang sangat unik tersebut membuat para investor dari berbagai Negara mulai melirik potensi yang ada di Batam. Sejalan dengan hal itu dalam kurun waktu kurang dari 10 tahun telah berdiri banyak perusahaan-perusahaan asing yang menanamkan modalnya di Batam.[11] Salah satunya adalah perusahaan galangan kapal yang dikonsentrasikan berada di Tanjung Uncang, Batu Ampar, Kabil, Sekupang dan beberapa tempat lainnya. Persaingan antar industri galangan kapal tidak hanya dalam menggali potensi pasar akan tetapi juga bagaimana suatu industri itu mempertahankan loyalitas konsumen agar tidak direbut oleh perusahaan lainnya. Untuk mendukung strategi tersebut perlu didukung dengan adanya proses internal dan eksternal yang baik. Salah satu upaya eksternal yang dapat dilakukan agar konsumen tetap loyal dan sekaligus memberikan daya tarik bagi calon konsumen yang lain adalah dengan menjaga reputasi perusahaan di mata konsumen. Namun reputasi yang baik ini tidak dapat dibangun tanpa dukungan proses internal dari dalam perusahaan. Proses internal yang sangat berpengaruh dalam hal ini adalah bagaimana menyusun suatu perjanjian atau kontrak yang dapat memfasilitasi keinginan konsumen dengan baik. Hal ini perlu menggunakan perhitungan dan pertimbangan yang baik. PT. Sinbat Precast Teknindo. merupakan salah satu perusahaan galangan kapal yang berlokasi di Batam, perlu meningkatkan daya saingnya di pasar internasional agar dapat menjadi galangan kapal dunia yang dapat diperhitungkan bukan hanya dalam pasar dalam negeri akan tetapi juga di pasar internasional. Perbaikan dari hal paling kecil harus tetap diusahakan. Salah satu usaha perbaikan tersebut adalah melakukan perencanaan penyusunan kontrak perjanjian dengan mengoptimalkan sumber daya yang ada sehingga mampu menampung seluruh keinginan konsumen. 18 dengan hasil yang dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Dengan melakukan perancangan pembuatan kontrak perjanjian yang baik dan benar dengan memperhitungkan perencanaan yang matang tentang pengetahuan hukum dan
peraturan dari pihak-pihak yang mengadakan perjanjian. [12]
.
Aktifitas bisnis pada dasarnya senantiasa dilandasi aspek hukum terkait. Maka tidak akan berlebihan apabila keberhasilan suatu proses bisnis yang menjadi tujuan akhir para pihak hendaknya senantiasa memperhatikan aspek kontraktual mereka. Kontrak akan melindungi proses bisnis para pihak apabila pertama-tama dan terutama kontrak tersebut dibuat secara sah karena hal ini menjadi penentu proses hubungan hukum selanjutnya. Kontrak-kontrak yang dibuat dan dipergunakan di perusahaan tersebut pada umumnya adalah kontrak perjanjian pekerjaan perbaikan kapal dan pembuatan kapal. Kapal dalam hal ini adalah obyek dari perjanjian tersebut jenisnya bervariasi tergantung dari perjanjian masing-masing.[13] Pada kontrak-kontrak tertentu dibuat dengan pihak-pihak yang bertaraf internasional dengan arti berkewarganegaraan lain atau badan hukum yang berasal dari luar Indonesia. Demikian pula jangka waktu masing-masing kontrak adalah berbeda-beda tergantung atas ruang lingkup pekerjaan. Selanjutnya bentuk kontrak-kontrak tersebut selalu tertulis, menggunakan Bahasa Inggris, tidak didaftarkan dan dibuat di bawah tangan.[14] Penggunaan bahasa di sini selalu digunakan bahasa Inggris yang dianggap sebagai Bahasa Internasional. Para pihak dianggap telah mengerti dengan benar arti masing-masing klausula dalam kontrak, apabila tidak maka dalam tahap negosiasi dan penandatangan tetap dibacakan perpasal dengan jelas sehingga alasan ketidaktahuan mengenai bahasa bisa dieliminasi dengan jelas.[15]
 Terjemahan dilakukan apabila dari pihak-pihak tertentu membutuhkan kontrak tersebut dilakukan dalam bahasa lainnya. Contoh disini adalah Pihak Berwenang Pelabuhan Batam untuk mengurus Ijin Pelayaran. Walaupun klien PT Sinbat adalah subyek hukum lokal (berbadan hukum Indonesia) maka bahasa yang digunakan adalah Bahasa Inggris, akan tetapi dibuat juga dalam Bahasa Indonesia (apabila dibutuhkan). Pilihan hukum dan pilihan forum yang digunakan dalam beberapa kontrak tidak selalu menggunakan Pilihan hukum Indonesia walaupun kontrak tersebut dibuat dan dilaksanakan di wilayah Indonesia. PT. Sinbat Precast Teknindo ini adalah sebuah perusahaan asing (PMA) akan tetapi didirikan di bawah hukum Indonesia sehingga secara otomatis tunduk pada hukum Indonesia.[16]





BAB III
P E N U T U P
A.  Kesimpulan
            Salah satu tujuan dari kontrak-kontrak maritim adalah mencapai keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan kepentingan terkait dari pihak lawan. Dalam tercipta atau terbentuknya perjanjian, ketidakseimbangan bisa muncul sebagai akibat perilaku para pihak sendiri ataupun sebagai konsekuensi dari muatan isi perjanjian atau pelaksanaan perjanjian. Proporsionalitas yang berhubungan dengan hak dan kewajiban para pihak akan menentukan adanya keseimbangan dalam kontrak. Proporsionalitas ini didasari adanya kepentingan sosial yang lebih luas yang merupakan keinginan manusia untuk memenuhinya yang menimbulkan bermacam-macam hubungan untuk kemudian dituangkan dalam kontrak. Proporsionalitas adalah harus adanya keseimbangan tertentu antara timbulnya kerugian dan pemberian ganti rugi (pembelaan). Substansi ganti rugi (pembelaan) ini dapat dijumpai dalam pengaturan Pasal 1132 KUH Perdata. Secara umum keseimbangan ini diberi makna sebagai keseimbangan posisi antara para pihak yang berkontrak. Keseimbangan dalam hal ini diartikan adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban yang dituangkan dalam kontrak tersebut.  Oleh karena itu dalam hal tidak terjadi keseimbangan posisi yang menimbulkan gangguan isi kontrak diperlukan intervensi otoritas tertentu (pemerintah).

B. Saran
Sebelum menjalin kontrak dengan seseorang atau subyek hukum yang tunduk pada hukum yang berbeda, terlebih dahulu harus memahami sistem hukum yang mempengaruhi kontrak di negara tersebut. Juga harus memahami perbedaan sistem hukum di negara masing-masing. Secara umum mengetahui secara mendasar persyaratan kontrak pada hokum nasional dan hukum internasional.











D A F T A R   P U S T A K A
  • Black,s Law Dictionary, Black, Henry Campbell, Black’s Law Dictionary, St. Paul Minn.: West Publisher., 5th edition, USA, 1949.
  • Husseyn Umar, husseyn.blogspot.com
  • Tatleyblogspot.com
  • Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 1984
  • J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Lahir Dari Perjanjian,
            Buku II, Citra Aditya Bakti, Bandung 1995.
  • Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional, Raja Grafindo, Jakarta, 2005
  • Freddy Leonardo, Hukum Dagang Internasional,diakses tgl 05Desember 2011,http:freddyleonardo.blogspot.com
  • Taryana Soenandar, Prinsip-prinsip Unidroit Sebagai Sumber Hukum Kontrak dan Penyelesaian Sengketa Bisnis Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, 2004
  • Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003
  • Industri (Studi Kasus Kota Batam), http://www.fiskal.depkeu.go.id/webbkf/kajian%5Cmakmuns-
          1.pdf, diakses 05 Desember 2011
·         PT Sinbat Precast Teknindo: www.ptsinbat.com
·         Karla C. Shippey, Menyusun Kontrak Bisnis Internasional, PPM, Jakarta, 2001
  • Agus Yudha Hernoko, Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak Komersial, Laksbang Mediatama, Yogyakarta, 2008
  • Budiono Kusumohamidjojo, Panduan Untuk Merancang Kontrak, Gramedia Widiarsana, Jakarta, 2001
  • Hasanudin Rahman, Seri Ketrampilan Merancang Kontrak Bisnis, Citra Adiyta Bakti, Bandung, 2003




[1] Black,s Law Dictionary, hlm. 291-292.

[2] (Husseyn Umar, 2011:2)sumber-sumber hukum maritim, diakses tgl 05/12/2011, husseyn.blogspot.com

[3] Ibid, Husseyn Umar, 2001:2
[4] Tatley, 2000:780, hukum perdata internasional, diakses tgl 05/12/2011, tatley.blogspot.com
[5] Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 1984, hlm. 36
[6] J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Lahir Dari Perjanjian, Buku II, Citra Aditya Bakti,
  Bandung, 1995, hlm. 146
[7] Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional, Raja Grafindo, Jakarta, 2005, hlm. 4


[8] Freddy Leonardo, Hukum Dagang Internasional,diakses tgl 05Desember 2011,http:freddyleonardo.blogspot.com
[9] Taryana Soenandar, Prinsip-prinsip Unidroit Sebagai Sumber Hukum Kontrak dan
  Penyelesaian Sengketa Bisnis Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, 2004, hlm. 7
[10] Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hlm. 137
[11] Industri (Studi Kasus Kota Batam), http://www.fiskal.depkeu.go.id/webbkf/kajian%5Cmakmuns-
   1.pdf, diakses 05 Desember 2011

[12] PT Sinbat Precast Teknindo: www.ptsinbat.com
[13] Karla C. Shippey, Menyusun Kontrak Bisnis Internasional, PPM, Jakarta, 2001
[14] Agus Yudha Hernoko, Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak Komersial, Laksbang
    Mediatama, Yogyakarta, 2008, hlm. 136
[15] Budiono Kusumohamidjojo, Panduan Untuk Merancang Kontrak, Gramedia Widiarsana,
     Jakarta, 2001
[16] Hasanudin Rahman, Seri Ketrampilan Merancang Kontrak Bisnis, Citra Adiyta Bakti,
     Bandung, 2003, hlm. 7