"

a

Kamis, 10 November 2011

Goodfather Andries Latjandu (c) 2011

PP No 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan atau Perusakan Laut

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 19 TAHUN 1999
TENTANG
PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
  1. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya alamnya berdasarkan Wawasan Nusantara merupakan salah satu bagian lingkungan hidup yang merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, berfungsi sebagai ruang bagi kehidupan Bangsa;
  2. bahwa pengelolaan lingkungan laut beserta sumber daya alamnya bertujuan untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat dan kelangsungan makhluk hidup lainnya;
  3. bahwa meningkatnya kegiatan pembangunan di darat dan di laut maupun pemanfaatan laut beserta sumber daya alamnya dapat mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan laut yang akhirnya dapat menurunkan mutu serta fungsi laut;
  4. bahwa sehubungan dengan hal tersebut di atas, dipandang perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut;
Mengingat :
  1. Pasal 5 ayat (2), Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945;
  2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2823);
  3. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1973 tentang Landasan Kontinen Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1973 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2994);
  4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037);
  5. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3260);
  6. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3274);
  7. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3299);
  8. Undang-undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut Tahun 1982;
  9. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419);
  10. Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3493);
  11. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501);
  12. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3647);
  13. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG
PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksudkan dengan :
  1. Laut adalah ruang wilayah lautan yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsional;
  2. Pencemaran laut adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan laut oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan laut tidak sesuai lagi dengan baku mutu dan/atau fungsinya;
  3. Baku mutu air laut adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemaran yang ditenggang keberadaannya di dalam air laut;
  4. Perusakan air laut adalah tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik dan/atau hayatinya yang melampaui kriteria baku kerusakan laut;
  5. Kerusakan laut adalah perubahan fisik dan/atau hayati laut yang melewati kriteria baku kerusakan laut;
  6. Kriteria baku kerusakan laut adalah ukuran batas perubahan sifat fisik dan/atau hayati lingkungan laut yang ditenggang;
  7. Status mutu laut adalah tingkat mutu laut pada lokasi dan waktu tertentu yang dinilai berdasarkan baku mutu air laut dan/atau kriteria baku kerusakan laut;
  8. Perlindungan mutu laut adalah setiap upaya atau kegiatan yang dilakukan agar mutu laut tetap baik;
  9. Pengendalian pencemaran dan/atau perusakan laut adalah setiap upaya atau kegiatan pencegahan dan/atau penanggulangan dan/atau pemulihan pencemaran dan/atau perusakan laut;
  10. Pembuangan (dumping) adalah pembuangan limbah sebagai residu suatu usaha dan/atau kegiatan dan/atau benda lain yang tidak terpakai atau daluarsa ke laut;
  11. Limbah adalah sisa usaha dan/atau kegiatan;
  12. Limbah cair adalah sisa dari proses usaha dan/atau kegiatan yang berwujud cair;
  13. Limbah padat adalah sisa atau hasil samping dari suatu usaha dan/atau atau kegiatan yang berwujud padat termasuk sampah;
  14. Orang adalah orang perseorangan, dan/atau kelompok orang, dan/atau badan hukum;
  15. Instansi yang bertanggung jawab adalah instansi yang bertanggung jawab di bidang pengendalian dampak lingkungan;
  16. Menteri adalah Menteri yang ditugasi untuk mengelola lingkungan hidup;
Pasal 2
Perlindungan mutu laut meliputi upaya atau kegiatan pengendalian pencemaran dan/atau perusakan laut dengan tujuan untuk mencegah atau mengurangi turunnya mutu laut dan/atau rusaknya sumber daya laut.
BAB II
PERLINDUNGAN MUTU LAUT
Pasal 3
Perlindungan mutu laut didasarkan pada baku mutu air laut, kriteria baku kerusakan laut dan status mutu laut
Pasal 4
Baku mutu air laut dan kriteria baku kerusakan laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ditetapkan oleh Menteri dengan mempertimbangkan masukan dari menteri lainnya dan Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen terkait lainnya.
Pasal 5
  1. Status mutu laut ditetapkan berdasarkan inventarisasi dan/atau penelitian data mutu air laut, kondisi tingkat kerusakan laut yang mempengaruhi mutu laut.
  2. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dapat menetapkan status mutu laut berdasarkan pedoman teknis penetapan status mutu laut yang ditetapkan oleh Kepala instansi yang bertanggung jawab.
  3. Dalam hal Gubernur Kepala Daerah Tingkat I tidak menetapkan status mutu laut, maka Kepala instansi yang bertanggung jawab menetapkan status mutu laut.
Pasal 6
Kepala instansi bertanggung jawab menetapkan pedoman teknis penilaian dan penetapan status mutu laut.
Pasal 7
  1. Air laut mutunya memenuhi baku mutu air laut dinyatakan sebagai air laut yang status mutunya berada pada tingkatan baik.
  2. Air yang mutunya tidak memenuhi baku mutu air laut dinyatakan sebagai air laut yang status mutunya berada pada tingkatan tercemar.
Pasal 8
  1. Lingkungan laut yang memenuhi kriteria baku kerusakan laut dinyatakan sebagai lingkungan laut yang status mutunya pada tingkatan baik,
  2. Lingkungan laut tidak memenuhi kriteria baku mutu kerusakan laut yang dinyatakan sebagai lingkungan laut yang status mutunya berada pada tingkatan rusak.
BAB III
PENCEGAHAN PENCEMARAN LAUT
Pasal 9
Setiap orang atau penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dilarang melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan pencemaran laut.
Pasal 10
  1. Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang dapat menyebabkan pencemaran laut, wajib melakukan pencegahan terjadinya pencemaran laut.
  2. Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang membuang limbahnya ke laut, wajib memenuhi persyaratan mengenai baku mutu air laut, baku mutu limbah cair, baku mutu emisi dan ketentuan-ketentuan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 11
Kepala instansi yang bertanggung jawab menetapkan pedoman teknis pencegahan pencemaran laut.
Pasal 12
Limbah cair dan/atau limbah padat dari kegiatan rutin operasional di laut wajib dikelola dan dibuang di sarana pengelolaan limbah cair dan/atau limbah padat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB IV
PENCEGAHAN PERUSAKAN LAUT
Pasal 13
Setiap orang atau penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dilarang melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan kerusakan laut.
Pasal 14
  1. Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang dapat mengakibatkan kerusakan laut wajib melakukan pencegahan perusakan laut.
  2. Kepala instansi yang bertanggung jawab menetapkan pedoman teknis pencegahan perusakan
BAB V
PENANGGULANGAN PENCEMARAN
DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT
Pasal 15
  1. Setiap orang atau penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan laut wajib melakukan penanggulangan pencemaran dan/atau perusakan laut yang diakibatkan oleh kegiatannya.
  2. Pedoman mengenai penanggulangan pencemaran dan/atau perusakan laut sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan oleh Kepala instansi yang bertanggung jawab.
BAB VI
PEMULIHAN MUTU LAUT
Pasal 16
  1. Setiap orang penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau kerusakan laut wajib melakukan pemulihan mutu laut.
  2. Pedoman mengenai pemulihan mutu laut sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan oleh Kepala instansi yang bertanggung jawab.
BAB VII
KEADAAN DARURAT
Pasal 17
  1. Dalam keadaan darurat, pembuangan benda ke laut yang berasal dari usaha dan/atau kegiatan di laut dapat dilakukan tanpa izin, apabila;
    1. Pembuangan benda dimaksudkan untuk menjamin keselamatan jiwa kegiatan di laut;
    2. Pembuangan benda sebagaimana dimaksud pada huruf (a) dapat dilakukan dengan syarat bahwa semua upaya pencegahan yang layak telah dilakukan atau pembuangan tersebut merupakan cara terbaik untuk mencegah kerugian yang lebih besar.
  2. Dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemilik dan/atau penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib dan segera memberitahukan kepada pejabat yang berwenang terdekat dan/atau instansi yang bertanggung jawab.
  3. Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), wajib menyebutkan tentang benda yang dibuang, lokasi, waktu, jumlah dan langkah-langkah yang telah dilakukan.
  4. Instansi yang menerima laporan wajib melakukan tindakan pencegahan meluasnya pencemaran dan/atau kerusakan laut serta wajib melaporkan kepada Menteri.
  5. Biaya penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan laut serta pemulihan mutu laut yang ditimbulkan oleh keadaan darurat, ditanggung oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.
BAB VIII
DUMPING
Pasal 18
  1. Setiap orang atau penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan dumping ke laut wajib mendapatkan izin oleh Menteri.
  2. Tata cara dumping sebagaimana yang dimaksud ayat (1) ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri.
BAB IX
PENGAWASAN
Pasal 19
  1. Menteri melakukan pengawasan terhadap penaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang dapat menyebabkan terjadinya pencemaran dan/atau perusakan laut.
  2. Untuk melakukan pengawasan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2), Menteri dapat menetapkan pejabat yang berwenang melakukan pengawasan.
Pasal 20
  1. Untuk melaksanakan tugasnya, pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 berwenang melakukan pemantauan, meminta keterangan, membuat salinan dari dukumen dan/atau membuat catatan yang diperlukan, tempat tertentu, mengambil contoh, memeriksa peralatan, memeriksa instalasi dan/atau alat transportasi, serta meminta keterangan dari pihak yang bertanggung jawab atas usaha dan/atau kegiatan.
  2. Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang dimintai keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib memenuhi permintaan petugas pengawasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  3. Setiap pengawasan wajib memperlihatkan surat tugas dan/atau tanda pengenal serta wajib memperhatikan situasi dan kondisi tempat pengawasan tersebut.
Pasal 21
Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan, wajib:
  1. mengizinkan pengawas memasuki lingkungan kerjanya membantu terlaksananya tugas pengawasan tersebut;
  2. memberikan keterangan dengan benar, baik secara lisan maupun tertulis apabila hal itu diminta pengawas;
  3. memberikan dokumen dan/atau data yang diperlukan oleh pengawas;
  4. mengizinkan pengawas untuk melakukan pengambilan contoh limbah atau barang lainnya yang diperlukan pengawas; dan
  5. mengizinkan pengawas untuk melakukan pengambilan gambar dan/atau melakukan pemotretan di lokasi kerjanya.
Pasal 22
  1. Setiap orang penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib menyampaikan laporan hasil pemantauan pengendalian pencemaran dan/atau perusakan laut yang telah dilakukan kepada instansi yang bertanggung jawab, instansi teknis dan instansi terkait lainnya.
  2. Pedoman dan tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan lebih lanjut oleh Kepala instansi yang bertanggung jawab.
BAB X
PEMBIAYAAN
Pasal 23
  1. Biaya inventarisasi dan/atau penelitian dalam rangka penetapan status mutu laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan/atau sumber dana lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  2. Biaya pengawasan penaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau sumber dana lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB XI
GANTI RUGI
Pasal 24
  1. Setiap orang atau penaggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan laut wajib menanggung biaya penanggulangan pencemaran dan/atau perusakan laut serta biaya pemulihannya.
  2. Setiap orang atau penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan kerugian bagi pihak lain, akibat terjadinya pencemaran dan/atau perusakan laut wajib membayar ganti rugi terhadap pihak yang di rugikan.
Pasal 25
Tata cara perhitungan biaya, penagihan dan pembayaran ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri.
BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 26
Setelah diundangkannya Peraturan Pemerintah ini, setiap usaha dan/atau kegiatan wajib menyesuaikan persyaratan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 27
Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengendalian pencemaran dan/atau perusakan laut yang telah ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan dan belum diganti berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 28
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 27 Pebruari 1999
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA